MACAM-MACAM KELAINAN BENTUK SPERMA PADA MARMOT (Marmota marmot) DAN HAMSTER (Phodopus campbelli)
Aneu Nurhanifah Hanani (1132060007)
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung 2015
1.
PENDAHULUAN
Semen terdiri atas
spermatozoa dalam plasma seminal yaitu suatu campuran sekret dari epididimis,
duktus deferen, vesikula seminalis, prostate, dan kelenjar bulbouretralis.
Volume ejakulat berkisar 3-4 ml, jumlah spermatozoa adalah 300-400 juta dan
minimal sekitar 100 juta /ml. Pada fertilitas yang normal, 50%-70% spermatozoa
motil selama 3 jam pertama setelah ejakulasi dengan kecepatan lebih dari 20
µm/detik. Spermatozoa yang normal harus memiliki kepala bulat lonjong (oval),
leher, dan ekor tunggal (Geneser 1994).
Selain konsentrasi,
terdapat variabel lain yang dapat diukur untuk menentukan kualitas spermatozoa,
yaitu karakteristik semen yang meliputi koagulasi dan liquefaksi, viskositas,
rupa dan bau, volum, pH, kadar fruktosa, motilitas, dan morfologi spermatozoa
(Wiknjosastroet al. 1999).
Spermatogenesis adalah
proses pertumbuhan dan perubahan dari spermatogonia sampai spermatozoa yang
meliputi tiga fase yaitu 1) spermatositogenesis, selama fase ini spermatogonium
membelah secara mitosis, menghasilkan generasi sel baru yang nantinya akan
menghasilkan spermatosit primer. 2) meiosis I, selama fase ini spermatosit
primer mengalami dua kali pembelahan secara berurutan, dengan mereduksi sampai
setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA per sel, menghasilkan spermatosit
sekunder, spermatosit sekunder mengalami meiosis II menghasilkan spermatid 3)
spermiogenesis, spermatid mengalami proses sitodiferensiasi, menghasilkan
spermatozoa (Junqueira dan Carneiro 1998).
Kelainan spermatozoa juga
dapat disebabkan kelainan hormonal. Pada perubahan spermatosit primer menjadi
spermatosit sekunder (dalam spermatogenesis) dalam tubulus seminiferus
dirangsang oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone) dari kelenjar hipofisis
anterior. Tidak adanya FSH maka spermatogenesis tidak akan terjadi. Akan
tetapi, FSH tidak dapat bekerja sendiri menyelesaikan spermatogenesis. Agar
spermatogenesis berlangsung sempurna, memerlukan testosteron yang dihasilkan
oleh sel interstisial Leydig (Guyton 1997).
Bila ada gangguan maka
kualitas sperma akan berubah. Sperma hitung kurang dari 20 juta/ml disebut dengan
kelainan oligospermia, sedangkan untuk sperma dengan nilai motilitas kurang
dari 40% disebut dengan asthenospermia. Kombinasi kadar FSH dan LH yang tinggi
dan kadar testosterone yang rendah menyebabkan adanya kegagalan testis. Kadar
FSH yang tinggi dengan kadar LH dan testosterone yang normal menyebabkan
kegagalan sel germinal terisolasi, fungsi sel Leydig yang normal dan
terandrogenisasi normal tapi mengalami azoospermia atau oligospermia (DeCherney
et al. 1997).
Unggas jantan berbeda dari
ternak piaraan lainnya, karena testis tidak turun dalam skrotum tetapi
tetap dalam rongga badan. Testis menghasilkan spermauntuk membuahi telur yang
berasal dari hewan betina. Testis yang berbentuk bulat kacang tersebut besarnya
berbeda-beda menurut umur dan besar unggas. Permukaan testis diselaputioleh
suatu jaringan fibrosa yang kuat yang diteruskan kedalam testis membentuk kerangka penunjang
tenunan testis (Sarwono, 1993).
Analisis sperma dilakukan untuk mengetahui
bagaimana tahapan proses pembuahan, pewaktuan setiap tahapan pembuahan, dan
dapat menentukan rasio spermatozoa dan ovum dalam pembuahan. Analisi sperma
dapat dilakukan dengan syarat :
1.
Proses pembuahan yang terjadi di luar tubuh
ikan nilem betina.
2.
Terdapat pada ikan atau katak.
3.
Hewan yang mudah disadap telur maupun sperma
masaknya.
4.
Mudah dibedakan antara jantan dan betina.
5.
Telurnya bersifat transparan.
6.
Mudah dioviposisikan.
7.
Siklus hidup ikan nilem pendek
8.
Telur maupun sperma yang dihasilkan setiap
siklus reproduksi cukup banyak.
(Pearce, 2003).
Menurut (Suparno, 2003) Sebelum dilakukan
pengambilan sampel sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan
sperma/ ejakulasi 2 - 5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam
kondisi yang baik. Jangan kelamaan, karena jika sampai 1-2 minggu maka justru
sperma jadi kurang aktif. Di samping itu juga harus menghindari konsumsi
alkohol.
Sample diambil dengan cara ejakulasi. Bisa dilakukan di lab atau di rumah / tempat lain dan membawanya dalam waktu tertentu ke lab. Cara paling sering adalah dengan masturbasi dan ditampung ke dalam wadah sampel. Cara lain yang dilakukan adalah dengan senggama terputus (coitus interruptus), saat akan ejakulasi, P dicabut dan di arahkan ke wadah sampel. Sedangkan cara lainnya adalah dengan sampling dengan kondom (lewat senggama), dengan catatan kondom khusus. (kondom biasa harus di cuci dulu agar lubrikannya gak membunuh sperma)
Sample diambil dengan cara ejakulasi. Bisa dilakukan di lab atau di rumah / tempat lain dan membawanya dalam waktu tertentu ke lab. Cara paling sering adalah dengan masturbasi dan ditampung ke dalam wadah sampel. Cara lain yang dilakukan adalah dengan senggama terputus (coitus interruptus), saat akan ejakulasi, P dicabut dan di arahkan ke wadah sampel. Sedangkan cara lainnya adalah dengan sampling dengan kondom (lewat senggama), dengan catatan kondom khusus. (kondom biasa harus di cuci dulu agar lubrikannya gak membunuh sperma)
Jika sampel diambil dirumah, maka sudah harus
sampai di lab dalam waktu satu jam. Hindari sampel dari terkena sinar matahari
langsung dan jangan terlalu panas/terlalu dingin. Jika udara dingin (di barat
sono), simpan wadah penampungnya menempel di tubuh(dalam kantung jaket dll agar
hangat). Jangan masukkanb kedalam lemari es. Agar hasil pemeriksaan lebih oke,
dialkukan analisa 2-3 kali dengan hari yang berbeda dalam waktu 3 bulan.
Nilai normalnya bervariasi :
Volume
|
Normal:
|
minmal 2 mL - 6,5 mL per ejakulasi
|
Abnormal:
|
Volume yang rendah atau bahkan yang berlebih
dapat menyebabkan masalah kesuburan
|
|
Waktu mencair
|
Normal:
|
Kurang dari 60 menit
|
Abnormal:
|
Masa mencair yang lama bisa merupakan tanda
infeksi.
|
|
Jumlah sperma
|
Normal:
|
20–150 juta per mL
|
Abnormal:
|
Jumlah yang rendah kadang masih bisa
menghasilkan keturunan secara normal.
|
|
Bnetuk sperma
|
Normal:
|
Minimal 70% memiliki bentuk dan struktur normal.
|
Abnormal:
|
Sperma yang gak normal bentuknya kurang daru
15 % disebut Teratozoopsermia. Ini juga mempersulit kehamilan.
|
|
Gerakan sperma
|
Normal:
|
Minimal 60% sperma bergerak maju ke depan
atau minimal 8 juta sperma per-mL bergerak normal maju ke depan.
|
Abnormal:
|
Jika sebagian besar geraknya tidak normal
akan menyebabkan masalah fertilitas.
|
|
pH
|
Normal:
|
Semen pH of 7.1–8.0
|
Abnormal:
|
An abnormally high or low semen pH can kill
sperm or affect their ability to move or to penetrate an egg.
|
|
Sel darah putih
|
Normal:
|
Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
|
Abnormal:
|
Bakteri dan sel darah putih yg banyak
menunjukkan adanya infeksi.
|
|
Kadar fruktosa
|
Normal:
|
300 mg per 100 mL ejakulat
|
Abnormal:
|
Tidak adanya fruktosa memperlihatkan tidak
adanya veikuls seminalis atau blokade pada organ ini.
|
Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti
yang berflagelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang
disebut spermatogonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah
diri secara mitosis membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi
spermatosit. Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid
ialah, spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan
banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sperma (Kimball, 1996: 360).
Proses pembentukannya disebut spermatogenesis.
Spermatogonium yang terletak di paling luar tubulus seminifirus dan yang
melekat pada membrane basalis, mengalami mitosis berulang-ulang. Ini tumbuh
menjadi spermatosit. Spermatosit mengalami meiosis menjadi spermatid. Spermatid
mengalami spermiogenesis menjadi sperma, yang dipelihara oleh sel Sertoli. Satu
sel Sertoli memelihara berpuluh spermatid, terletak di daerah puncaknya (Yatim,
1994: 11).
Spermatogenesis, atau produksi sel-sel sperma
dewasa, adalah proses yang terus-menerus dan prolific pada jantan dewasa.
Setiap ejakulasi laki-laki mengandung 100 sampai 650 juta sel sperma, dan
seorang laki-laki dapat mengalami ejakulasi setiap hari dengan kemampuan untuk
membuahi yang hanya berkurang sedikit (Campbell, 2004: 160).
Bagian-Bagian Sperma
Satu spermatozoa terdiri dari kepala, leher,
badan, dan ekor. Sebagian besar kepala sperma berisi inti. Dua pertiga bagian
inti di selimuti tutup akrosom. Jika terjadi terjadi pembuahan maka tutup
akrosom pecah, dari akrosomnya keluar enzim-enzim yang terpenting ialah
hialurodinase dan protease mirip tripsin (Yatim, 1994: 239).
Kepala mengandung lapisan tipis sitoplasma, dan
sebuah inti berbentuk lonjong yang hampir mengisi seluruh bagian kepala itu.
Inti di selaputi oleh selabung perisai, di depan atau di belakang. Di depan di
sebut tudung depan atau akrosom. Di belakang di sebut tudung belakang. Ke
tudung belakang melekat sentriol depan dan filament poros (Yatim, 1994:
238).
Leher adalah tempat persambungan ekor dengan
kepala. Persambungan itu berbentuk semacam sendi peluru pada rangka. Dalam
leher pula lah terdapat sentriol (Yatim, 1994: 239).
Badan mengandung filament poros. Mitokondria
dan sentriol belakang berbentuk cincin. (Jadi sentriol yang terdapat 2 buah
pada setiap sel umumnya, pada sperma letaknya terpisah dan berbeda
bentuk (Yatim, 1994: 240).
Ekor dibedakan atas tiga bagian yaitu bagian
tenagh, bagian utama, bagian , yang pada orangujung. Ekor memiliki teras yang
disebut aksonema, yang terdiri dari Sembilan doublet mikrotubul dan dua singlet
mikrotubulsentral. Ini sama dengan sitoskeleton yang dmiliki flagella.Susunan
sksonema sama dari pangkal ke ujung ekor. Perbedaanya denga flagella lain pada
umumnya ialah bahwa pada spermatozoa di sebuah luar teras itu ada Sembilan
berkas serat padat (Yatim, 1994: 241).
Pada bagian tengah ekor di sebuah luar serat
padat ada cincin mtokondria yang bersusun rapat dengan arah spiral. Pada bagian
utama di sebuah luar serat padat tak ada cincin mitokondri, tetapi di gantikan
oleh seludung serat. Seludung ini tipis dan berbentuk tulang rusuk, sedang di
bagian tengah atas-bawah menebal menonjol. Serat padat di tentang ini bergabung
dengan penebalan tengah itu (Yatim, 1994: 241).
2.
BAHAN DAN
METODE
Bahan yang diperlukan dalam praktikum
reproduksi jantan ini yaitu: kloroform, NaCl fisologis, kapas, sedangkan alat
yang digunakan dalam praktikum macam-macam bentuk sperma ini yaitu: mikroskop, object
glass, cover glass, pipet, beaker glass, alat bedah, papan bedah, jarum, cawan
petri.
Pertama kali yang dilakukan yaitu menentukan
mencit jantan, lalu memasukannya kedalam suatu tempat yang tertutup rapat lalu
memasukan kapas yang telah mengandung klorofom yang berfungsi sebagai
pembius. Karena menurut Kamus Kimia (Balai Pustaka, 2002)
kloroform diartikan sebagai zat cair tanpa warna, dengan bau manis,
menyenangkan dan anestetik. Kloroform disebut juga haloform. Hal ini disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi dengan metal keton; yang menghasilkan masing-masing bromoform dan kloroform. Hal ini disebut
CHX3 atau haloform, maka reaksi ini sering disebut reaksi haloform.
Setelah
mencit tidak sadar mencit diletakan di atas papan bedah dalam posisi menghadap ke atas atau terentang. Lalu membedahnya dengan
menggunakan perlatan bedah, setelah menemukan testis maka dipotong dan disimpan
dalam cawan petri yang telah berisi larutan NaCl 0,9% sebanyak 49 tetes (pipet
kecil) kemudian, di keluarkan cairan sperma yang terdapat didalam testis dengan
menggerak-gerakan testis dengan pinset penjepit, apabila masih belum keluar
maka dilakukan dengan pencacahan sampai cairan bening keluar dari dalam testis.
NaCl 0,9% yang dikenal sebagai garam merupakan larutan
yang memiliki tingkat tekanan osmotik yang tinggi, tekanan osmotik
adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesetimbangan (Rina
indrawati, 2009).
Penyimpanan
spermatozoa membutuhkan bahan pengencer yang berfungsi untuk mengurangi
aktifitas spermatozoa sehingga menghambat pemakaian energi dan dapat
memperpanjang
hidup spermatozoa.
NaCl
fisiologis inilah sebagai bahan pengencer yang biasa digunakan dalam
penyimpanan spermatozoa. Selain itu berfungsi untuk menambah volume semen.
Tetapi penyimpanan semen dengan larutan pengencer NaCl fisiologis hanya bisa
digunakan tidak lebih dari 60 menit setelah penampungan karena didalam larutan
fisiologis kurang mengandung sumber energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa
untuk bertahan hidup. Untuk itu perlu tambahan bahan lain yang bersifat
memberikan energi atau nutritif sehingga dapat memperpanjang waktu spermatozoa untuk bertahan hidup
dan mempertahankan pergerakan spermatozoa dalam media penyimpanan (Barozha,
2014: jurnal).
Setelah
cairan bening terebut keluar, maka diambil dengan menggunakan pipet dan simpan
pada object glass sebanyak 1-2 tetes lalu menutupnya dengan cover glass. Lalu
amati dibawah mikroskop mulai dengan pembesaran yang kecil.
3.
HASIL DAN
DISKUSI
No
|
Gambar Tangan
|
Gambar
Mikroskop
|
Gambar
Literatur
|
Keterangan
|
|
|
|
Sumber:
Christine
Wyn, dkk. 2008. Long-term spermatogonial survival in cryopreserved. journal
|
Sperma marmot dengan pembesaran 10x10
|
|
|
|
Sumber:
|
Sperma hamster dengan pembesaran 10x10
|
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kami
menemukan sperma pada hamster dan marmot. Sperma pada marmot lebih banyak
daripada sperma yang ditemukan pada hamster. Hal ini sesuai menurut Fajar dan
Sunarto (2009) bahwa bentuk tubuh pada suatu hewan berbeda-beda maka hal
tersebut akan emmpengaruhi perbedaan bentuk dan jumlah sperma yang dimiliki
masing-masing hewan. Semakin besar suatu hewan maka akan semakin besarpula
bentuk dan jumlah sperma.
Kedua sperma tersebut memiliki bagian-bagian struktur
tubuh yang sama yang terdiri dari kepala, leher dan ekor. Hal ini sesuai
menurut Yatim (1994) Satu
spermatozoa terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor. Sebagian besar kepala
sperma berisi inti. Dua pertiga bagian inti di selimuti tutup akrosom. Jika
terjadi terjadi pembuahan maka tutup akrosom pecah, dari akrosomnya keluar
enzim-enzim yang terpenting ialah hialurodinase dan protease mirip tripsin.
Spermatozoa mempunyai kepala yang
terdiri dari nucleus terkondensasi yang mengandung semua materi genetik yang
diberikan oleh hewan jantan untuk keturunan ukuran dan bentuk kepala sperma
bervariasi pada sepsis mamalia berbeda. pada manusia kepala sperma berbentuk
ovowit .nucleus membentuk bagian kepala yang lebih besar, terbungkus pada dua
pertiga anterior oleh akrosom suatu organel yang mennyerupai cap terbatas
membrane yang mengandung enzim yang memperpendek jalur selama penetrasi sperma.
Hal ini sesuai menurut Breed and Pillay (1999) bahwa kepala sperma mamalia eutherian
umumnya berbentuk spatula atau buah pir. Sedangkan, sebagian besar muridae
memiliki bentuk kepala sperma yang sangat berbeda dengan mammal yang lain,
yaitu memiliki bentuk kepala seperti kait atau sabit. Meskipun demikian,
terjadi perbedaan yang spesifik mengenai ukuran dan bentuk sperma untuk tiap
jenis.
Bagian
tengah sperma (leher) mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai
sumber energi untuk pergerakan sperma.
Dan
yang terkahir yaitu ekor. Yang dibedakan
atas 3 bagian, yaitu bagian tengah (midpiece), bagian
utama (principle piece), dan bagian ujung (endpiece).
Sperma
yang didapatkan tidak semuanya normal, melainkan kami menemukan beberapa sperma
yang tidak memenuhi kriteria dan juga memiliki struktur yang tidak wajar. Spermatozoa normal
kepalanya berbentuk oval, reguler, dengan bagian tengah utuh dan mempunyai ekor
tak melingkar dengan panjang 45 um.
Sedangkan abnormalitas
primer yang terjadi pada spermatozoa hasil penelitian pada marmot dan hamster
diantaranya adalah spermatozoa tanpa ekor atau spermatozoa tanpa kepala,
satu kepala spermatozoa dengan dua ekor
atau dua kepala spermatozoa dengan satu
ekor, ekor yang bengkok atau patah, bagian tengah menebal.
Abnormalitas sekunder yang ditemukan
ialah ekor melingkar. Abnormalitas
spermatozoa primer bisa jadi disebabkan oleh penurunan kadar testosteron akibat efek dari gosipol dan zat
alkaloid. Penurunan kadar testosteron
menghambat pembentukan protein α
-tubulin sebagai komponen dasar mikrotubuli dan mikrofilamen yang penting dalam
proses spermatogenesis untuk menggerakkan sitoplasma ke arah belakang menuju
ekor. Abnormalitas sekunder disebabkan
adanya gangguan proses pematangan spermatozoa dalam epididimis. Hal ini sesuai
menurut Guyton et al. (2000), dalam epididimis spermatozoa mengalami serangkaian perubahan morfologi dan fungsional
seperti ukuran, bentuk, ultrastruktur bagian tengah, DNA, pola metabolisme, dan
sifat membran plasma. Secara fungsional epididimis tergantung pada testosteron
dalam proses perubahan tersebut, sehingga jika kadar testosteron menurun
menyebabakan pembentukan spermatozoa yang abnormal
Sperma abnormal
Sperma
kelapa ganda (A), sperma tanpa ekor (B), Sperma tanpa kepala (C),
sperma
bagian tengah menebal (D), sperma ekor melingkar (E)
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Jane B.Reece dan Laurence G.
Mitchell. 2003. Biologi Umum Edisi kelima.
Jakarta : Erlangga.
Campbell, Neil. A. Mitchel dan Recee. 2004. Biologi Umum Edisi kelima. Jakarta :
Erlangga.REVIEW]
Fajar, T.W. 2009. Hubungan Antara
Jumlah Leukosit dengan Motilitas Sperma pada Hasil Analisa Sperma Pasien
Infertilitas Di RSUP Kariadi. Fakultas Kedokteran Ponorogo: Semarang.
Geneser
Finn. 1994. Buku Teks HistologiJilid
2. Binarupa Aksara: Jakarta
Kimball,
J.W. 1996. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Sarwono,
B. 1993. Ragam Hamster Piaraan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Wiknjosastro,
Hanifa. Dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirikardjo: Jakarta
Yatim, Wildan, 1994. Reproduksi
dan Embriologi. Tarsito. Bandung