Saturday, March 30, 2019

Jurnal Macam-Macam Kelainan Bentuk Sperma pada Marmot


MACAM-MACAM KELAINAN BENTUK SPERMA PADA MARMOT (Marmota marmot) DAN HAMSTER (Phodopus campbelli)
Aneu Nurhanifah Hanani (1132060007)
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 2015

1.    PENDAHULUAN
Semen terdiri atas spermatozoa dalam plasma seminal yaitu suatu campuran sekret dari epididimis, duktus deferen, vesikula seminalis, prostate, dan kelenjar bulbouretralis. Volume ejakulat berkisar 3-4 ml, jumlah spermatozoa adalah 300-400 juta dan minimal sekitar 100 juta /ml. Pada fertilitas yang normal, 50%-70% spermatozoa motil selama 3 jam pertama setelah ejakulasi dengan kecepatan lebih dari 20 µm/detik. Spermatozoa yang normal harus memiliki kepala bulat lonjong (oval), leher, dan ekor tunggal (Geneser 1994).
Selain konsentrasi, terdapat variabel lain yang dapat diukur untuk menentukan kualitas spermatozoa, yaitu karakteristik semen yang meliputi koagulasi dan liquefaksi, viskositas, rupa dan bau, volum, pH, kadar fruktosa, motilitas, dan morfologi spermatozoa (Wiknjosastroet al. 1999).
Spermatogenesis adalah proses pertumbuhan dan perubahan dari spermatogonia sampai spermatozoa yang meliputi tiga fase yaitu 1) spermatositogenesis, selama fase ini spermatogonium membelah secara mitosis, menghasilkan generasi sel baru yang nantinya akan menghasilkan spermatosit primer. 2) meiosis I, selama fase ini spermatosit primer mengalami dua kali pembelahan secara berurutan, dengan mereduksi sampai setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA per sel, menghasilkan spermatosit sekunder, spermatosit sekunder mengalami meiosis II menghasilkan spermatid 3) spermiogenesis, spermatid mengalami proses sitodiferensiasi, menghasilkan spermatozoa (Junqueira dan Carneiro 1998).
Kelainan spermatozoa juga dapat disebabkan kelainan hormonal. Pada perubahan spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder (dalam spermatogenesis) dalam tubulus seminiferus dirangsang oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone) dari kelenjar hipofisis anterior. Tidak adanya FSH maka spermatogenesis tidak akan terjadi. Akan tetapi, FSH tidak dapat bekerja sendiri menyelesaikan spermatogenesis. Agar spermatogenesis berlangsung sempurna, memerlukan testosteron yang dihasilkan oleh sel interstisial Leydig (Guyton 1997).
Bila ada gangguan maka kualitas sperma akan berubah. Sperma hitung kurang dari 20 juta/ml disebut dengan kelainan oligospermia, sedangkan untuk sperma dengan nilai motilitas kurang dari 40% disebut dengan asthenospermia. Kombinasi kadar FSH dan LH yang tinggi dan kadar testosterone yang rendah menyebabkan adanya kegagalan testis. Kadar FSH yang tinggi dengan kadar LH dan testosterone yang normal menyebabkan kegagalan sel germinal terisolasi, fungsi sel Leydig yang normal dan terandrogenisasi normal tapi mengalami azoospermia atau oligospermia (DeCherney et al. 1997).
Unggas jantan berbeda dari ternak piaraan lainnya, karena testis tidak turun dalam skrotum tetapi tetap dalam rongga badan. Testis menghasilkan spermauntuk membuahi telur yang berasal dari hewan betina. Testis yang berbentuk bulat kacang tersebut besarnya berbeda-beda menurut umur dan besar unggas. Permukaan testis diselaputioleh suatu jaringan fibrosa yang kuat yang diteruskan kedalam testis membentuk kerangka penunjang tenunan testis (Sarwono, 1993).
Analisis sperma dilakukan untuk mengetahui bagaimana tahapan proses pembuahan, pewaktuan setiap tahapan pembuahan, dan dapat menentukan rasio spermatozoa dan ovum dalam pembuahan. Analisi sperma dapat dilakukan dengan syarat :
1.    Proses pembuahan yang terjadi di luar tubuh ikan nilem betina.
2.    Terdapat pada ikan atau katak.
3.    Hewan yang mudah disadap telur maupun sperma masaknya.
4.    Mudah dibedakan antara jantan dan betina.
5.    Telurnya bersifat transparan.
6.    Mudah dioviposisikan.
7.    Siklus hidup ikan nilem pendek
8.    Telur maupun sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup banyak.
(Pearce, 2003).
Menurut (Suparno, 2003) Sebelum dilakukan pengambilan sampel sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan sperma/ ejakulasi 2 - 5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi yang baik. Jangan kelamaan, karena jika sampai 1-2 minggu maka justru sperma jadi kurang aktif. Di samping itu juga harus menghindari konsumsi alkohol.
Sample diambil dengan cara ejakulasi. Bisa dilakukan di lab atau di rumah / tempat lain dan membawanya dalam waktu tertentu ke lab. Cara paling sering adalah dengan masturbasi dan ditampung ke dalam wadah sampel. Cara lain yang dilakukan adalah dengan senggama terputus (coitus interruptus), saat akan ejakulasi, P dicabut dan di arahkan ke wadah sampel. Sedangkan cara lainnya adalah dengan sampling dengan kondom (lewat senggama), dengan catatan kondom khusus. (kondom biasa harus di cuci dulu agar lubrikannya gak membunuh sperma)
Jika sampel diambil dirumah, maka sudah harus sampai di lab dalam waktu satu jam. Hindari sampel dari terkena sinar matahari langsung dan jangan terlalu panas/terlalu dingin. Jika udara dingin (di barat sono), simpan wadah penampungnya menempel di tubuh(dalam kantung jaket dll agar hangat). Jangan masukkanb kedalam lemari es. Agar hasil pemeriksaan lebih oke, dialkukan analisa 2-3 kali dengan hari yang berbeda dalam waktu 3 bulan.
Nilai normalnya bervariasi :
Volume
Normal:
minmal 2 mL - 6,5 mL per ejakulasi
Abnormal:
Volume yang rendah atau bahkan yang berlebih dapat menyebabkan masalah kesuburan
Waktu mencair
Normal:
Kurang dari 60 menit
Abnormal:
Masa mencair yang lama bisa merupakan tanda infeksi.
Jumlah sperma
Normal:
20–150 juta per mL
Abnormal:
Jumlah yang rendah kadang masih bisa menghasilkan keturunan secara normal.
Bnetuk sperma
Normal:
Minimal 70% memiliki bentuk dan struktur normal.
Abnormal:
Sperma yang gak normal bentuknya kurang daru 15 % disebut Teratozoopsermia. Ini juga mempersulit kehamilan.
Gerakan sperma
Normal:
Minimal 60% sperma bergerak maju ke depan atau minimal 8 juta sperma per-mL bergerak normal maju ke depan.
Abnormal:
Jika sebagian besar geraknya tidak normal akan menyebabkan masalah fertilitas.
pH
Normal:
Semen pH of 7.1–8.0
Abnormal:
An abnormally high or low semen pH can kill sperm or affect their ability to move or to penetrate an egg.
Sel darah putih
Normal:
Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
Abnormal:
Bakteri dan sel darah putih yg banyak menunjukkan adanya infeksi.
Kadar fruktosa
Normal:
300 mg per 100 mL ejakulat
Abnormal:
Tidak adanya fruktosa memperlihatkan tidak adanya veikuls seminalis atau blokade pada organ ini.
Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut spermatogonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit. Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah, spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sperma (Kimball, 1996: 360).
Proses pembentukannya disebut spermatogenesis. Spermatogonium yang terletak di paling luar tubulus seminifirus dan yang melekat pada membrane basalis, mengalami mitosis berulang-ulang. Ini tumbuh menjadi spermatosit. Spermatosit mengalami meiosis menjadi spermatid. Spermatid mengalami spermiogenesis menjadi sperma, yang dipelihara oleh sel Sertoli. Satu sel Sertoli memelihara berpuluh spermatid, terletak di daerah puncaknya (Yatim, 1994: 11).
Spermatogenesis, atau produksi sel-sel sperma dewasa, adalah proses yang terus-menerus dan prolific pada jantan dewasa. Setiap ejakulasi laki-laki mengandung 100 sampai 650 juta sel sperma, dan seorang laki-laki dapat mengalami ejakulasi setiap hari dengan kemampuan untuk membuahi yang hanya berkurang sedikit (Campbell, 2004: 160).
Bagian-Bagian Sperma
Satu spermatozoa terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor. Sebagian besar kepala sperma berisi inti. Dua pertiga bagian inti di selimuti tutup akrosom. Jika terjadi terjadi pembuahan maka tutup akrosom pecah, dari akrosomnya keluar enzim-enzim yang terpenting ialah hialurodinase dan protease mirip tripsin (Yatim, 1994: 239).
Kepala mengandung lapisan tipis sitoplasma, dan sebuah inti berbentuk lonjong yang hampir mengisi seluruh bagian kepala itu. Inti di selaputi oleh selabung perisai, di depan atau di belakang. Di depan di sebut tudung depan atau akrosom. Di belakang di sebut tudung belakang. Ke tudung belakang melekat sentriol depan dan filament poros (Yatim, 1994: 238).
Leher adalah tempat persambungan ekor dengan kepala. Persambungan itu berbentuk semacam sendi peluru pada rangka. Dalam leher pula lah terdapat sentriol (Yatim, 1994: 239).
Badan mengandung filament poros. Mitokondria dan sentriol belakang berbentuk cincin. (Jadi sentriol yang terdapat 2 buah pada setiap sel umumnya, pada sperma letaknya terpisah dan berbeda bentuk (Yatim, 1994: 240).
Ekor dibedakan atas tiga bagian yaitu bagian tenagh, bagian utama, bagian , yang pada orangujung. Ekor memiliki teras yang disebut aksonema, yang terdiri dari Sembilan doublet mikrotubul dan dua singlet mikrotubulsentral. Ini sama dengan sitoskeleton yang dmiliki flagella.Susunan sksonema sama dari pangkal ke ujung ekor. Perbedaanya denga flagella lain pada umumnya ialah bahwa pada spermatozoa di sebuah luar teras itu ada Sembilan berkas serat padat (Yatim, 1994: 241).
Pada bagian tengah ekor di sebuah luar serat padat ada cincin mtokondria yang bersusun rapat dengan arah spiral. Pada bagian utama di sebuah luar serat padat tak ada cincin mitokondri, tetapi di gantikan oleh seludung serat. Seludung ini tipis dan berbentuk tulang rusuk, sedang di bagian tengah atas-bawah menebal menonjol. Serat padat di tentang ini bergabung dengan penebalan tengah itu (Yatim, 1994: 241).
2.      BAHAN DAN METODE
Bahan yang diperlukan dalam praktikum reproduksi jantan ini yaitu: kloroform, NaCl fisologis, kapas, sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum macam-macam bentuk sperma ini yaitu: mikroskop, object glass, cover glass, pipet, beaker glass, alat bedah, papan bedah, jarum, cawan petri.
Pertama kali yang dilakukan yaitu menentukan mencit jantan, lalu memasukannya kedalam suatu tempat yang tertutup rapat lalu memasukan kapas yang telah mengandung klorofom yang berfungsi  sebagai  pembius. Karena  menurut Kamus Kimia (Balai Pustaka, 2002) kloroform diartikan sebagai zat cair tanpa warna, dengan bau manis, menyenangkan dan anestetik. Kloroform disebut juga haloform. Hal ini  disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi dengan metal keton; yang menghasilkan masing-masing bromoform dan kloroform. Hal ini disebut CHX3 atau haloform, maka reaksi ini sering disebut reaksi haloform.
Setelah mencit tidak sadar mencit diletakan di atas papan bedah dalam posisi menghadap ke atas atau terentang. Lalu membedahnya dengan menggunakan perlatan bedah, setelah menemukan testis maka dipotong dan disimpan dalam cawan petri yang telah berisi larutan NaCl 0,9% sebanyak 49 tetes (pipet kecil) kemudian, di keluarkan cairan sperma yang terdapat didalam testis dengan menggerak-gerakan testis dengan pinset penjepit, apabila masih belum keluar maka dilakukan dengan pencacahan sampai cairan bening keluar dari dalam testis.
NaCl 0,9% yang dikenal sebagai garam merupakan larutan  yang memiliki tingkat  tekanan osmotik yang tinggi, tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesetimbangan (Rina indrawati, 2009).
Penyimpanan spermatozoa membutuhkan bahan pengencer yang berfungsi untuk mengurangi aktifitas spermatozoa sehingga menghambat pemakaian energi dan dapat memperpanjang hidup spermatozoa.
NaCl fisiologis inilah sebagai bahan pengencer yang biasa digunakan dalam penyimpanan spermatozoa. Selain itu berfungsi untuk menambah volume semen. Tetapi penyimpanan semen dengan larutan pengencer NaCl fisiologis hanya bisa digunakan tidak lebih dari 60 menit setelah penampungan karena didalam larutan fisiologis kurang mengandung sumber energi yang dibutuhkan oleh spermatozoa untuk bertahan hidup. Untuk itu perlu tambahan bahan lain yang bersifat memberikan energi atau nutritif sehingga dapat memperpanjang waktu spermatozoa untuk bertahan hidup dan mempertahankan pergerakan spermatozoa dalam media penyimpanan (Barozha, 2014: jurnal).
Setelah cairan bening terebut keluar, maka diambil dengan menggunakan pipet dan simpan pada object glass sebanyak 1-2 tetes lalu menutupnya dengan cover glass. Lalu amati dibawah mikroskop mulai dengan pembesaran yang kecil.

3.      HASIL DAN DISKUSI
No
Gambar Tangan
Gambar Mikroskop
Gambar Literatur
Keterangan


Description: C:\Users\Admin\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\IMG_20160229_145026.jpg
Description: https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTitJMXq5lFq1BcL0Xhc95kYYLYmdabN5tnKKmpodkpl_vJ5OAspQSumber:
Christine Wyn, dkk. 2008. Long-term spermatogonial survival in cryopreserved. journal

Sperma marmot dengan pembesaran 10x10


Description: C:\Users\Admin\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\IMG_20160229_145018.jpg
Sumber:

Sperma hamster dengan pembesaran 10x10

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kami menemukan sperma pada hamster dan marmot. Sperma pada marmot lebih banyak daripada sperma yang ditemukan pada hamster. Hal ini sesuai menurut Fajar dan Sunarto (2009) bahwa bentuk tubuh pada suatu hewan berbeda-beda maka hal tersebut akan emmpengaruhi perbedaan bentuk dan jumlah sperma yang dimiliki masing-masing hewan. Semakin besar suatu hewan maka akan semakin besarpula bentuk dan jumlah sperma.
Kedua sperma tersebut memiliki bagian-bagian struktur tubuh yang sama yang terdiri dari kepala, leher dan ekor. Hal ini sesuai menurut Yatim (1994)  Satu spermatozoa terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor. Sebagian besar kepala sperma berisi inti. Dua pertiga bagian inti di selimuti tutup akrosom. Jika terjadi terjadi pembuahan maka tutup akrosom pecah, dari akrosomnya keluar enzim-enzim yang terpenting ialah hialurodinase dan protease mirip tripsin.
Spermatozoa mempunyai kepala yang terdiri dari nucleus terkondensasi yang mengandung semua materi genetik yang diberikan oleh hewan jantan untuk keturunan ukuran dan bentuk kepala sperma bervariasi pada sepsis mamalia berbeda. pada manusia kepala sperma berbentuk ovowit .nucleus membentuk bagian kepala yang lebih besar, terbungkus pada dua pertiga anterior oleh akrosom suatu organel yang mennyerupai cap terbatas membrane yang mengandung enzim yang memperpendek jalur selama penetrasi sperma. Hal ini sesuai menurut Breed and Pillay (1999) bahwa kepala sperma mamalia eutherian umumnya berbentuk spatula atau buah pir. Sedangkan, sebagian besar muridae memiliki bentuk kepala sperma yang sangat berbeda dengan mammal yang lain, yaitu memiliki bentuk kepala seperti kait atau sabit. Meskipun demikian, terjadi perbedaan yang spesifik mengenai ukuran dan bentuk sperma untuk tiap jenis.
Bagian tengah sperma (leher) mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber energi untuk pergerakan sperma.
Dan yang terkahir yaitu ekor. Yang  dibedakan atas 3 bagian, yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama (principle piece), dan bagian ujung (endpiece).
Sperma yang didapatkan tidak semuanya normal, melainkan kami menemukan beberapa sperma yang tidak memenuhi kriteria dan juga memiliki struktur yang tidak wajar. Spermatozoa normal kepalanya berbentuk oval, reguler, dengan bagian tengah utuh dan mempunyai ekor tak melingkar dengan panjang 45 um. Sedangkan abnormalitas primer yang terjadi pada spermatozoa hasil penelitian pada marmot dan hamster diantaranya adalah spermatozoa tanpa ekor atau spermatozoa tanpa kepala, satu  kepala spermatozoa dengan dua ekor atau dua kepala spermatozoa dengan satu  ekor, ekor yang bengkok atau patah, bagian tengah menebal. Abnormalitas  sekunder yang ditemukan ialah ekor melingkar.  Abnormalitas spermatozoa primer bisa jadi disebabkan oleh penurunan kadar  testosteron akibat efek dari gosipol dan zat alkaloid. Penurunan kadar testosteron  menghambat pembentukan protein  α -tubulin sebagai komponen dasar mikrotubuli dan mikrofilamen yang penting dalam proses spermatogenesis untuk menggerakkan sitoplasma ke arah belakang menuju ekor. Abnormalitas sekunder  disebabkan adanya gangguan proses pematangan spermatozoa dalam epididimis. Hal ini sesuai menurut Guyton et al. (2000), dalam epididimis spermatozoa mengalami  serangkaian perubahan morfologi dan fungsional seperti ukuran, bentuk, ultrastruktur bagian tengah, DNA, pola metabolisme, dan sifat membran plasma. Secara fungsional epididimis tergantung pada testosteron dalam proses perubahan tersebut, sehingga jika kadar testosteron menurun menyebabakan pembentukan spermatozoa yang abnormal






Sperma abnormal
Sperma kelapa ganda (A), sperma tanpa ekor (B), Sperma tanpa kepala (C),
sperma bagian tengah menebal (D), sperma ekor melingkar (E)
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Jane B.Reece  dan Laurence G. Mitchell. 2003. Biologi Umum Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Campbell, Neil. A. Mitchel dan Recee. 2004. Biologi Umum Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.REVIEW]
Fajar, T.W. 2009. Hubungan Antara Jumlah Leukosit dengan Motilitas Sperma pada Hasil Analisa Sperma Pasien Infertilitas Di RSUP Kariadi. Fakultas Kedokteran Ponorogo: Semarang.
Geneser Finn.  1994. Buku Teks HistologiJilid 2. Binarupa Aksara: Jakarta
Kimball, J.W. 1996. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Sarwono, B. 1993.  Ragam Hamster Piaraan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa. Dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono  Prawirikardjo: Jakarta
Yatim, Wildan, 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung

Kurikulum merdeka