REPRODUKSI
HEWAN BETINA PADA TIKUS
A.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis fauna
yang tinggi salah satunya adalah Tikus. Struktur eksternal suatu jenis hewan
banyak digunakan untuk proses identifikasi karena memiliki ciri tertentu yang membedakan
suatu spesies dengan spesies
lainnya (Phadmacanty et al., 2013).
Reproduksi merupakan suatu proses biologis di
mana individu organisme baru diproduksi. Dasar mempertahankan diri yang
dilakukan oleh semua bentuk kehidupan, setiap individu organisme ada sebagai
hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya.
Makhluk hidup
seperti hewan dan manusia mampu berkembang biak karena memiliki alat atau organ
– organ reproduksi yang akan berfungsi pada saat hewan dan manusia telah
dewasa. Pada hewan-hewan dengan taksa yang tinggi seperti mamalia, alat-alat
reproduksinya biasanya lebih terspesialisasi dan dilengkapi dengan kelamin
luar.
Secara normal pertumbuhan dan pembuahan alat reproduksi merupakan
suatu proses yang bertahap dan memerlukan beberapa waktu postnatal
sebelum terlihat tanda-tanda birahi pada individu baru. Pertumbuhan dan
perkembangan tubuh hewan penting artinya untuk perkembangan fungsi
kelamin pada hewan jantan maupun betina. Estrus terjadi pada hewan betina
tidak hamil menurut siklus ritmik
yang khas. Interval antara timbulnya suatu periode birahi ke permulaan birahi
berikutnya dikenal dengan suatu siklus birahi. Interval-interval
ini disertai oleh suatu seri perubahan- perubahan fisiologik di dalam
saluran kelamin betina (Toelihere, 1981).
Reproduksi merupakan faktor penting dalam
kehidupan. Reproduksi pada mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Hormon
progesteron merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam siklus
estrus. Kadar progesteron dan estradiol dalam tubuh dapat dijadikan parameter
dalam penentuan fase pada siklus estrus (Khanum dkk. dalam Iman, 2011).
Siklus
estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang
berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada
golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan
poliestrus (estrus beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan
poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur
atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus,
dan diestrus. Fase estrus berbeda dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan
fase dimana telur diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase ini
menandakan bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap
spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode vaginal smear, tetapi
tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang
hamil (Hafez, 1968 dalam Iman, 2011).
Estrus adalah fase terpenting dalam siklus birahi, karena dalam
fase ini hewan betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap
jenis hewan dan dalam fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk
kopulasi, ciri khas dari estrus adalah terjadinya kopulasi, jika hewan menolak
kopulasi, meskipun tanda-tanda estrusnya sangat terlihat jelas, maka penolakan
tersebut memberi pertanda bahwa hewan betina masih dalam fase estrus yang telah
terlewat. Tanda lain dari fase estrus untuk tiap jenis ternak berlainan, tetapi
pada umumnya mereka memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan berkurang
atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari jika
pejantan mendekati (Partodiharjo, 1986).
Perbedaan siklus estrus dan siklus menstruasi dapat dibedakan secara
jelas. Siklus estrus hanya terjadi pada primata saja dan terjadi perubahan
secara fisiologi maupun morfologi pada ovarium, vagina, uterus dan tingkah laku
serta pseudomenstruational, pada nonprimata adalah disebabkan oleh
diapedesis dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan menstuasi pada
primata. Sedangkan untuk siklus menstruasi hanya terjadi pada primata dengan
bentuk peluruhan sel telur. Terjadi perubahan fisiologi dan morfologi sama
dengan yang terjadi pada siklus estrus nonprimata, namun tanpa adanya tingkah laku
khusus penerimaan seksual. Serta pada siklus menstruasi terjadi pelepasan
endometrium uterus diikuti oleh pendarahan yang disebut menstruasi yang
penyebabnya adalah tidak adanya hormon progesteron (Niam, 1995).
Perubahan fisiologi yang utama terjadi pada
ovarium dan direflesikan dalam bentuk perubahan-perubahan yang terjadi
pada vagina dibawah pengaruh hormon ovarium, estrogen dan progesteron. Siklus
reproduksi terdiri dari siklus estrus dan siklus menstruasi. Siklus ovarium merupakan
ovulasi pada hewan tipe spontan vs induksi siklus endometrium. Sedangkan siklus
vagina merupakan adalah bagian dari vaginal smear (Niam, 1995).
Siklus estrus dapat dibagi dalam beberapa tahap
yaitu tahap diestrus, proestrus, estrus, dan
metestrus. Tahap-tahap siklus dapat ditentukan dengan melihat gambaran sitologi
apusan vagina. Pada saat estrus, vagina
memperlihatkan sel-sel epitel yang menanduk. Apusan vagina biasanya dibuat pada
hewan-hewan laboratorium, umpamanya mencit dan tikus, sebelum hewan jantan dan
betina disatukan, penyatuan sebaiknya dilakukan pada saat estrus awal. Pada
saat estrus, vulva hewan betina biasanya merah dan bengkak. Adanya sumbat
vagina setelah penyatuan menandakan bahwa kopulasi telah berlangsung, dan
hari itu ditentukan sebagai hari kehamilan yang ke nol (Adnan, 2006 dalam Iman,
2011).
Siklus estrus ini dikontrol oleh hormon
estrogen. Reseptor hormon estrogen tidak hanya di oviduktus, tetapi juga pada
hati. Reseptor hormon estrogen pada oviduktus berfungsi untuk mensintesis protein
telur. Reseptor hormon estrogen pada hati berfungsi mensintesis vitelogen
(Rugh, 1962).
Pada fase estrus terlihat pengaruh estrogen dan
dikerakteristikan oleh sel kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya
leukosit. Pada akhir fase estrus, lapisan kornifikasi tampak sloughed off
invasi leukosit terjadi. Selama diestrus, leukosit tampak berlimpah. Fase
proestrus terjadi dengan pengaruh hormone gonadotropin dan sekresi estrogen
mempunyai pengaruh yang besar. Fase metestrus, selama fase ini di mana sinyal
stimulasi estrogen turun. Uterus dipengaruhi oleh progesterone dan menjadi
sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari. Fase
diestrus dikarakteristikan oleh aktivitas corpus luteum di mana dalam
memproduksi progesteron (Hill, 2006 dalam Iman, 2011).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap estrus
adalah histology dan fungsi hipotalamus serta hipofisis dalam kaitannya dengan
proses reproduksi, terjadinya pubertas pada hewan betina termasuk factor-faktor
yang mempengaruhi siklus estrus serta proses pembentukan sel kelamin
(gametogenesis). Selain itu terdapat factor-faktor lain yang lebih berpengaruh
yaitu hormone (Taw, 2008 dalam Iman, 2011).
Saluran terdepan system pembiakan betina
beraada di antara vestibule genitalia luar dan servix. Dinding terdiri dari
tiga lapis yaitu mukosa, otot polos, dan jaringan ikat. Lapisan mukosa
terdiri dari epitel dan lamina propia. Sel epitel beberapa lapis dan terluar
menggepeng. Dalam keadaan norma, ;apisan epitel ini tak menanduk pada
promata, tetapi menanduk pada rodentia (mencit). Pada rodentia sel-sel epitel
menanduk (kornifikasi) ini dijumapi pada waktu dilakukan apusan vagina.
Sistem reproduksi eksternal pastinya mudah diamati menggunakan mata
telanjang, namun untuk mengamati sistem reproduksi internal perlu dilakukan
suatu pembedahan agar organ – organ
reproduksi tersebut bisa terlihat dengan jelas. Praktikum kali ini kami akan
membedah mencit untuk melihat sistem reproduksi internal. Hal inilah yang
melatarbelakangi dilakukannya praktikum yang berjudul “Sistem Reproduksi
Betina”.
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu
untuk mempelajari anatomi sistem reproduksi bagian eksterna dan interna ,
siklus estrus, serta GSI pada tikus betina
B.
METODE
Pada praktikum ini diperlukan bahan sebagai berikut: kloroform, NaCl fisologis, kapas, metilen
blue. Sedangkan alat yang digunakannya yaitu: mikroskop, cover glass, pipet,
alat bedah, papan bedah, jarum, bunsen, timbangan digital.
Pertama kali yang dilakukan yaitu menentukan tikus
betina, lalu memasukannya kedalam desikator lalu memasukan
kapas yang telah mengandung dietil ether atau
kloroform
yang berfungsi sebagai pembius. Setelah tikus
tampak lemas, tikus diambil
dan diletakan pada timbangan digital untuk mengukur berat badannya. Lalu diletakan di papan bedah lalu mengamati
sistem reproduksi bagian eksternalnya. Untuk melakukan preparasi
apusan vagina. Bagian vagina tikus disemprotkan
NaCl 0,9% menggunakan pipet yang tumpul lalu mengocok pipet tersebut sampai
tampak diperoleh cairan yang berwarna
keruh, kemudian dihisap 3 sampai 4 kali dengan hati-hati dan perlahan-lahan.
Cairan pada pipet dari hasil
penyemprotan/pengisapan berwarna keruh diteteskan pada kaca preparat 1 sampai 2
tetes dan dihangatkan diatas bunsen supaya lebih cepat mengering. Setelah kering ditetesi dengan larutan
pewarna metilen blue 1% dan dibiarkan sampai kering. Kemudian simpan dibawah aliran air apabila zat
warna berlebih. Kemudian dikeringkan
dengan tisu, Lalu mengamati dibawah mikroskop.
Untuk penentuan GSI, perlu
dilakukan pembedahan. Setelah tampak organ tubuh dari tikus, maka diambil
organ-organ bagian pencernaan supaya mempermudah untuk melihat/mengamati bagian
ovarium. Setelah menemukan kedua ovarium, maka diangkat dengan
memotongnya lalu menimbang di timbangan digital. Setelah itu melakukan
perhitungan GSI yaitu berat total ovarium dibagi berat badan total tikus dan
dikalikan 100%. Setelah memperoleh hasilnya diamatipula bagian reproduksi
internalnya seperti oviduk, uterus, serta sistem ekskresi ginjal.
C.
HASIL DAN DISKUSI
Tabel 1 Hasil pengamatan alat reproduksi betina pada
mencit
No
|
Gambar Dokumentasi
|
Gambar Literatur
|
Keterangan
|
1
|
Sumber:
|
Organ
reproduksi betina bagian dalam terdiri dari: Vulva dan klitoris
|
|
2
|
Sumber:
http://fmipa.uinsyiah.ac.id/jurnalnatural/image/pdf/hal-1217-2-2010.pdf/ diakses tgl 19-02-2016 pukul 14:35
|
Organ reproduksi betina bagian luar terdiri
dari:
Ovarium
Oviduk
Uterus
Vagina
|
Dari
hasil pengamatan yang telah dilakukan pada reproduksi tikus betina,
dapat diketahui bahwa terdapat organ reproduksi luar dan organ reproduksi
dalam. Adapun organ reproduksi luar terdiri diri vagina, vulva dan clitoris.
Sedangkan reproduksi bagian dalam meliputi
ovarium, oviduk, dan uterus.
Alat Kelamin
Luar
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat terlihat bahwa alat kelamin luar pada
tikus betina terdiri dari vulva dan klitoris, serta vagina yang berupa saluran
dalam sampai keluar, sehingga masih bisa dilihat dari luar.
Vulva merupakan
alat kelamin betina bagian luar yang berada tepat diatas
anus, yang berfungsi sebagai bagian untuk mendeteksi birahi. Vulva memiliki
bibir luar yang
nampak tebal yang disebut labia mayor dan bibir dalam yang agak tipis dan lembab yang
disebut labia minor. Hal ini sesuai dengan
pendapat Salisbury (1985), bahwa Vulva merupakan alat kelamin betina bagian
luar.
Clitoris
juga bagian organ kelamin luar pada betina yang masih menjadi bagian dari vulva, clitoris pada tikus betina terlihat menonjol
diantara bibir vagina. Clitoris pada betina mengandung pembuluh darah dan bisa
melakukan ereksi, fungsi ini analog dengan
penis pada jantan, adapun letak clitoris
tersembunyi di dalam jaringan vulva dan arcus ischiadicum. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Salisbury (1985), bahwa tepat disebelah
dalam di tempat pertemuan bawah bibir vulva terdapat tenunan erectile yang
disebut clitoris.
Alat kelamin
dalam
Adapun
organ bagian dalam dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan
ovarium yang berbentuk bulat kecil
bergerombol seperti buah arbei dan
berwarna putih kuning baik ovarium kanan, maupun pada ovarium kiri. Ukuran yang
dimiliki oleh ovarium tersebut bervariasi tergantung pada jenis hewan dan umurnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Salisbury (1985) yang menyatakan bahwa ovaria bentuknya biasanya bulat telur
atau bulat ada yang seperti koloni bergabung, tetapi kadang-kadang pipih
berhubung dengan pembentukan folikel dan corpoa lutea. Ukuran normal ovari
sangat bervariasi dari satu spesies ke spesies lain bahkan antara spesies juga
terdapat varisasi.
Besar dan
bentuk ovarium sering
berubah, perubahan
penampilan ovarium dapat diukur secara kuantitatif pada stadium estrus. Berat
total ovarium yang ditimbang dan dibandingkan dengan berat badannya menghasilkan
suatu besaran yang disebut indeks gonadosomatik
atau GSI (gonado somatic index) pada tikus betina. Pada tikus
yang diamati memiliki berat badan 165.500 mg dan berat organ ovarium 121 mg.
Jadi nilai GSI = 121 : 165.500 x 100% = 0,07%.
Pada pengamatan ditemukan
pula saluran yang panjang dan kecil serta berkelok-kelok, yang menghubungkan ovarium
dan uterus yaitu oviduct. Dimana
oviduct merupakan tempat terjadinya fertilisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frandson (1986) yang menyatakan bahwa Oviduct
atau disebut tuba fallopi yang juga disebut tuba uterine adalah saluran yang
berpasangan dan berkonvolusi yang menghantarkan ova dari tiap ovari menuju ke
tanduk uterus, dan juga merupakan tempat terjadinya fertilisasi oleh
spermatozoa.
Tuba
uterina bersifat bilateral, strukturnya berliku-liku yang menjulur dari daerah
ovarium ke kornua uterina dan menyalurkan ovum, spermatozoa, dan zigot.
Adapun uterus merupakan muara dari 2 saluran oviduct
terlihat seperti rongga kecil dengan bentuk seperti buah pir kecil yang
terbalik dan terhubung ke ovarium melalui oviduct. Uterus menurut yatim (1994) berfungsi menerima
ovum dari ovulasi, dan jika dibuahi merupakan tempak tumbuhnya embrio.
Dibedakan atas fundus (tempat bermuara tuba), corpus (bagian anterior), cervix
(bagian posterior yang bulat) dapat diketahui
bahwa uterus terdiri dari cornua uteri dan corpus uteri. Dimana cornua uteri
memiliki bentuk yang menyerupai tanduk, dengan warna yang putih kekuningan atau
pucat.
Adapun cerviks
memiliki bentuk yang membulat seperti cincin dan kadang pula tidak beraturan.
Cerviks merupakan sambungan dari uterus yang menuju ke vagina. Cerviks
berfungsi sebagai pintu yang menutup kemungkinan masuknya bakteri ke dalam
uterus. Disamping itu cerviks juga menghasilkan mucus atau lendir sebagai
pelican. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1986), yang menyatakan bahwa
cerviks atau leher uterus mengarah ke kaudal menuju ke vagina. Cerviks
merupakan sfingter otot polos yang kuat, dan tertutup rapat, kecuali pada saat
terjadi birahi atau pada saat kelahiran. Cerviks akan mengeluarkan mucus yang
mengalir ke vulva. Peningkatan jumlah mucus berguna mencegah masuknya zat-zat
yang membawa infeksi dari vagina ke dalam uterus.
Adapun saluran terdepan dari sistem reproduksi betina
yaitu vagina, berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka diketahui bahwa
vagina memiliki bentuk seperti tabung (pipa), yang berwarna pucat (putih
kekuningan). Vagina merupakan perpanjangan dari cerviks yang berdinding tipis.
Vagina berfungsi sebagai organ kopulasi yang menerima penis saat terjadi
kopulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury (1985), vagina merupakan
perpanjangan dari cervix sampai ketempat sambungan uretra dengan saluran alat
kelamin adalah bagian yang berdinding tipis.
Pada
pengamatan preparasi apusan vagina, didapat cairan kental keruh, penyemprotan NaCl 0,9% pada vagina dilakukan sebagai
isotonis supaya cairan dari vagina tersebut tetap terjaga. Sebagaimana yang
dikemukakan Indrawati, NaCl 0,9% yang dikenal sebagai garam merupakan
larutan yang memiliki tingkat tekanan osmotik yang tinggi, tekanan osmotik
adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesetimbangan (Rina
indrawati, 2009).
Pada pengamatan apusan vagina dibawah mikroskop, dapat disimpulkan bahwa tikus yang kami amati sedang
berada dalam fase metestrus karena dari hasil pengamatan pada
preparasi apusan vagina dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 10x10
menunjukan adanya sel-sel epitel menanduk, sel-sel pipih dengan
degenerasi inti. Sel-sel epitel menanduk merupakan indikator
terjadinya ovulasi. Menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos lapisan mukosa
vagina kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarium dengan pengaruh
hormon progesteron dapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina. Tikus yang
diamati ini sebelum dibius dengan kloroform tampak gelisah, tidak tenang dan
lebih aktif dari biasanya. Hal tersebut bisa saja dikarenakan perubahan hormon
yang terjadi di dalam tubuhnya.
Hal itu sesuai menurut (Campbell,
2004), fase estrus diambil dari bahasa latin
disebut oestrus yang berarti “kegilaan” atau “gairah”, hipotalamus terstimulasi
untuk melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GRH). Estrogen menyebabkan
pola perilaku kawin pada tikus, gonadotropin menstimulasi pertumbuhan folikel
yang dipengaruhi follicle stimulating hormone (FSH) sehingga terjadi ovulasi.
Kandungan FSH ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan luteinizing
hormone (LH) maka jika terjadi coitus dapat dipastikan tikus akan mengalami
kehamilan. Pada saat estrus biasanya tikus terlihat tidak tenang dan lebih
aktif, dengan kata lain mencit berada dalam keadaan mencari perhatian kepada
mencit jantan. Fase estrus merupakan periode ketika betina reseptif terhadap
jantan dan akan melakukan perkawinan, mencit jantan akan mendekati mencit
betina dan akan terjadi kopulasi. Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi
pada suatu waktu dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan
teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi
embrio. Satu perbedaan antara kedua siklus itu melibatkan nasib kedua lapisan
uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada siklus mnestruasi endometrium akan
meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan yang disebut
sebagai menstruasi. Pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus,
dan tidak terjadi pendarahan yang banyak.
Setelah
diamati fase estrus pada tikus yang kami teliti itu menunjukan berada di hari
ke empat karena tampak dari bentuknya
dan susunan selnya. Berdasarkan teori dari satu estrus ke estrus berikutnya
disebut satu estrus. Panjang siklus estrus pada tikus mencit 4-5 hari (Adnan,
2012).
fase estrus yang ditandai oleh keinginan birahi dan
penerimaan pejantan oleh hewan betina. Pada fase ini folikel de graaf membesar
dan menjadi matang. Tuba falopii akan menegang, epitel menjadi matang dan silia
aktif serta terjadi kontraksi tuba falopii dan ujung tuba yang berfimbria
merapat ke folikel de graaf. Lendir serviks dan vagina bertambah serta terjadi
banyak mitosis di dalam mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara
lapisan permukaan menjadi squamosa da bertanduk (berkornifikasi). Sel-sel
bertanduk ini terkelupas ke dalam vagina. Oleh karena itu pada apusan vagina
akan ditemukan sel epithel bertanduk dalam jumlah yang dominan.
Ada beberapa macam operasi pada organ kelamin
betina dapat mempengaruhi fungsi fisiologis hewan yaitu : tubektomi,
ovariohisterektomi (OH), histerektomi (Archibald, 1974). Tubektomi merupakan
tindakan operasi kecil untuk mencegah kehamilan yang dilakukan pada hewan
betina dengan memotong atau mengikat salah satu bagian saluran yang dilalui sel
telur atau menghambat pertumbuhan ovum dan spermatozoa (Race dan Smith, 2006).
Tubektomi yaitu pemotongan saluran tuba fallopii
(oviduk), kadang-kadang juga dapat dilakukan dengan mengikat oviduk, sehingga
ovum tidak dapat lewat dan menghalangi pertemuannya dengan sperma, yang
pada akhirnya tidak terjadi proses fertelisasi atau pembuahan. Namun model ini
dapat dikatakan semi-permanen karena dapat diakhiri dengan melepas kembali
ikatan oviduk tersebut (Syafruddin, 2008).
Dengan tubektomi saluran yang membawa sel telur
ke rahim akan dipotong atau diikat. Lalu bagaimana dengan Kondisi sel
telur yang dihasilkan? tidak perlu khawatir, sebab sel telur yang dihasilkan
tersebut akan diserap kembali oleh tubuh tanpa menimbulkan efek apa-apa
terhadap tubuh.
Superovulasi adalah salah satu prosedur pemberian hormon pada ternak betina sehingga menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit pada
setiap estrus. Pada domba, kambing atau sapi
rata-rata diperoleh 12 ovulasi setelah induksi superovulasi. Tujuan utama superovulasi adalah meningkatkan jumlah
oosit yang dilepaskan dan jumlah embrio yang potensial (Solihati, 2006).
SIMPULAN
Dapat
disimpulkan bahwa tikus yang kami amati sedang berada dalam fase estrus karena struktur cairan vagina betina
menunjukan adanya sel-sel epitel menanduk, sel-sel pipih dengan degenerasi
inti. Sel-sel epitel menanduk merupakan indikator terjadinya ovulasi.
Menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos lapisan mukosa vagina
kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarium dengan pengaruh hormon
progesteron dapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina. Tikus yang diamati ini
sebelum dibius dengan kloroform tampak gelisah, tidak tenang dan lebih aktif
dari biasanya. Hal tersebut bisa saja dikarenakan perubahan hormon yang terjadi
di dalam tubuhnya.
Dapat terlihat bahwa tuba
falopii mengalami perubahan yaitu menegang,
berkontraksi, epitelnya matang, cilianya aktif, dan sektesi cairan bertambah.
Ujung oviduk yang berfimbria merapat ke folikel de Graff untuk menangkap ovum
matang. Uterus akan berereksi, tegang, dan pada beberapa spesies akan mengalami
oedematus. Suplai darah meningkat, mukosa tumbuh dengan cepat dan lendir
disekresikan. Serviks mengendor, agak oedematus, dan sekresi cairanya
meningkat. Mokosa vagina sangat menebal, sekerinya bertambah, epitel yang
berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor dan oedematus. Pada tikus yang diamati
memiliki berat badan 165.500 mg dan berat organ ovarium 121 mg. Jadi nilai GSI
= 121 : 165.500 x 100% = 0,07%.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnan.
2010. Penuntun Praktikum Perkembangan
Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Afez, E.S.E. 1993. Artificial
insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6 Th
Ed. Lea & Febiger, Philadelphia.
Ashafahani,
E.D., N.I. Wiratmini, & A.A.S.A. Sukmaningsih. 2010. Motilitas Dan
Viabilitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Temu
Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.). Jurnal Biologi. Hal 21-.0.
Campbell, Jane B.Reece dan Laurence G.
Mitchell. 2003. Biologi Umum Edisi kelima.
Jakarta : Erlangga.
Campbell, Neil. A. Mitchel dan Recee. 2004. Biologi Umum Edisi kelima. Jakarta :
Erlangga.
Kusumaswati,
D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gajah Mada. University Press:
Yogyakarta.
Nuraini,
T. Dadang, Kusmana. Efy, Afifah. 2012. Penyuntikan Ekstrak Biji Carica
papaya L. Varietas Cibinong
Pratiwi,
DA. Biologi 2. Erlangga: Jakarta.
Radiopoero.1998. Zoologi. Erlangga:
Jakarta. RTIKEL REVIEW]
Yatim, Wildan,
1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung
Syafruddin,
(2008). Prospek Luffa
Aegyptiaca Sebagai Bahan Antifertilitas.
Race, F. and M.
Smith, (2006). Spaying-Why it’s a Good Idea. http://www.1010 lifestyle.com/health.tubectomy.html/
akses tanggal 19-02-2016, pukul 14:20 WIB
Solihati, N. Tita,
D.L. Kundrat, H. Rangga, S. dan Lia, J.N. 2006. “Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak”. dalam Jurnal Ilmu Ternak. (Desember,
VI) No.2. Bandung : FakultasPeternakan
Universitas Padjadjaran
Bagus banget artikel nya👍
ReplyDeleteBermanfaat buu artikelnya😉
ReplyDeleteAlhamdulillah,, jazakillahu khayran ibu
ReplyDeleteBagus dan komplit sekali artikelnya
ReplyDeleteGood job banget,.🙂🙂
ReplyDeletePadat dan jelas :)
ReplyDeleteTerimakasih bu
ReplyDeleteAlhamdulillah bermanfaat😊
Ilmu nya bermanfaat
ReplyDeleteBermanfaat bu
ReplyDeleteTau nieh perbedaan siklus estrus dan siklus menstruasi
ReplyDeleteSyukron ibu🙏
alhamdulillah jdi tau siklus estrus dan siklus menstruasi
ReplyDeleteBermanfaat sekali bu👍
ReplyDeleteAgak geli denger tntang tikus
ReplyDeleteAlhamdulllah ilmu baru😄
ReplyDeleteMaksih
ReplyDeleteMakasih ilmu baru nya
ReplyDeleteThank you bu
ReplyDeleteIlmu baru nihh
ReplyDelete-Rsha
Makasih����
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDeleteGood Luck Mrs Anne♡
ReplyDeleteThank bu ilmu nyaa
ReplyDeleteMakasih😊
ReplyDelete