Saturday, March 30, 2019

Laporan Praktikum Reproduksi Hewan Betina pada Tikus


REPRODUKSI HEWAN BETINA PADA TIKUS
   A.    PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis fauna yang tinggi salah satunya adalah Tikus. Struktur eksternal suatu jenis hewan banyak digunakan untuk proses identifikasi karena memiliki ciri tertentu yang membedakan suatu spesies dengan  spesies lainnya (Phadmacanty et al., 2013).
Reproduksi merupakan suatu proses biologis di mana individu organisme baru diproduksi. Dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan, setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya.
Makhluk hidup seperti hewan dan manusia mampu berkembang biak karena memiliki alat atau organ – organ reproduksi yang akan berfungsi pada saat hewan dan manusia telah dewasa. Pada hewan-hewan dengan taksa yang tinggi seperti mamalia, alat-alat reproduksinya biasanya lebih terspesialisasi dan dilengkapi dengan kelamin luar.
Secara normal pertumbuhan dan pembuahan alat reproduksi merupakan suatu  proses yang bertahap dan memerlukan beberapa waktu postnatal sebelum terlihat tanda-tanda birahi pada individu baru. Pertumbuhan dan perkembangan tubuh hewan  penting artinya untuk perkembangan fungsi kelamin pada hewan jantan maupun  betina. Estrus terjadi pada hewan betina tidak hamil menurut siklus ritmik yang khas. Interval antara timbulnya suatu periode birahi ke permulaan birahi berikutnya dikenal dengan suatu siklus birahi. Interval-interval ini disertai oleh suatu seri perubahan- perubahan fisiologik di dalam saluran kelamin betina (Toelihere, 1981).
Reproduksi merupakan faktor penting dalam kehidupan. Reproduksi pada mamalia erat kaitannya dengan siklus estrus. Hormon progesteron merupakan salah satu hormon yang berperan penting dalam siklus estrus. Kadar progesteron dan estradiol dalam tubuh dapat dijadikan parameter dalam penentuan fase pada siklus estrus (Khanum dkk. dalam Iman, 2011).
Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai pada estrus yang  berikutnya. Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus  beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase estrus berbeda dengan siklus estrus. Fase estrus merupakan fase dimana telur diovulasikan dari ovarium ke saluran telur. Fase ini menandakan bahwa individu betina telah masak kelamin. Fase estrus setiap spesies berbeda-beda dan dapat diamati dengan metode vaginal smear, tetapi tidak dapat diamati jika hewan betina tersebut belum masak kelamin dan sedang hamil (Hafez, 1968 dalam Iman, 2011).
Estrus adalah fase terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini hewan  betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan dalam fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi, ciri khas dari estrus adalah terjadinya kopulasi, jika hewan menolak kopulasi, meskipun tanda-tanda estrusnya sangat terlihat jelas, maka penolakan tersebut memberi pertanda bahwa hewan betina masih dalam fase estrus yang telah terlewat. Tanda lain dari fase estrus untuk tiap jenis ternak berlainan, tetapi pada umumnya mereka memperlihatkan tanda-tanda gelisah, nafsu makan berkurang atau hilang sama sekali, menghampiri  pejantan dan tidak lari jika pejantan mendekati (Partodiharjo, 1986).
Perbedaan siklus estrus dan siklus menstruasi dapat dibedakan secara jelas. Siklus estrus hanya terjadi pada primata saja dan terjadi perubahan secara fisiologi maupun morfologi pada ovarium, vagina, uterus dan tingkah laku serta  pseudomenstruational, pada nonprimata adalah disebabkan oleh diapedesis dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan menstuasi pada primata. Sedangkan untuk siklus menstruasi hanya terjadi pada primata dengan bentuk peluruhan sel telur. Terjadi perubahan fisiologi dan morfologi sama dengan yang terjadi pada siklus estrus nonprimata, namun tanpa adanya tingkah laku khusus penerimaan seksual. Serta pada siklus menstruasi terjadi pelepasan endometrium uterus diikuti oleh pendarahan yang disebut menstruasi yang penyebabnya adalah tidak adanya hormon progesteron (Niam, 1995).
Perubahan fisiologi yang utama terjadi pada ovarium dan direflesikan dalam  bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada vagina dibawah pengaruh hormon ovarium, estrogen dan progesteron. Siklus reproduksi terdiri dari siklus estrus dan siklus menstruasi. Siklus ovarium merupakan ovulasi pada hewan tipe spontan vs induksi siklus endometrium. Sedangkan siklus vagina merupakan adalah bagian dari vaginal smear (Niam, 1995).
Siklus estrus dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap diestrus,  proestrus, estrus, dan metestrus. Tahap-tahap siklus dapat ditentukan dengan melihat gambaran sitologi apusan vagina. Pada saat estrus, vagina memperlihatkan sel-sel epitel yang menanduk. Apusan vagina biasanya dibuat pada hewan-hewan laboratorium, umpamanya mencit dan tikus, sebelum hewan jantan dan betina disatukan, penyatuan sebaiknya dilakukan pada saat estrus awal. Pada saat estrus, vulva hewan betina biasanya merah dan bengkak. Adanya sumbat vagina setelah  penyatuan menandakan bahwa kopulasi telah berlangsung, dan hari itu ditentukan sebagai hari kehamilan yang ke nol (Adnan, 2006 dalam Iman, 2011).
Siklus estrus ini dikontrol oleh hormon estrogen. Reseptor hormon estrogen tidak hanya di oviduktus, tetapi juga pada hati. Reseptor hormon estrogen pada oviduktus berfungsi untuk mensintesis protein telur. Reseptor hormon estrogen pada hati berfungsi mensintesis vitelogen (Rugh, 1962).
Pada fase estrus terlihat pengaruh estrogen dan dikerakteristikan oleh sel kornifikasi yang nyata (jelas) dan hilangnya leukosit. Pada akhir fase estrus, lapisan kornifikasi tampak sloughed off invasi leukosit terjadi. Selama diestrus, leukosit tampak berlimpah. Fase proestrus terjadi dengan pengaruh hormone gonadotropin dan sekresi estrogen mempunyai pengaruh yang besar. Fase metestrus, selama fase ini di mana sinyal stimulasi estrogen turun. Uterus dipengaruhi oleh progesterone dan menjadi sikretori. Tipe fase ini adalah jelas dan mungkin berakhir 1-5 hari. Fase diestrus dikarakteristikan oleh aktivitas corpus luteum di mana dalam memproduksi  progesteron (Hill, 2006 dalam Iman, 2011).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap estrus adalah histology dan fungsi hipotalamus serta hipofisis dalam kaitannya dengan proses reproduksi, terjadinya pubertas pada hewan betina termasuk factor-faktor yang mempengaruhi siklus estrus serta proses pembentukan sel kelamin (gametogenesis). Selain itu terdapat factor-faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu hormone (Taw, 2008 dalam Iman, 2011).
Saluran terdepan system pembiakan betina beraada di antara vestibule genitalia luar dan servix. Dinding terdiri dari tiga lapis yaitu mukosa, otot polos, dan  jaringan ikat. Lapisan mukosa terdiri dari epitel dan lamina propia. Sel epitel beberapa lapis dan terluar menggepeng. Dalam keadaan norma, ;apisan epitel ini tak menanduk  pada promata, tetapi menanduk pada rodentia (mencit). Pada rodentia sel-sel epitel menanduk (kornifikasi) ini dijumapi pada waktu dilakukan apusan vagina.
Sistem reproduksi eksternal pastinya mudah diamati menggunakan mata telanjang, namun untuk mengamati sistem reproduksi internal perlu dilakukan suatu  pembedahan agar organ – organ reproduksi tersebut bisa terlihat dengan jelas. Praktikum kali ini kami akan membedah mencit untuk melihat sistem reproduksi internal. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum yang berjudul “Sistem Reproduksi Betina”.
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mempelajari anatomi sistem reproduksi bagian eksterna dan interna , siklus estrus, serta GSI pada tikus betina
   B.     METODE
Pada praktikum ini diperlukan bahan sebagai berikut: kloroform, NaCl fisologis, kapas, metilen blue. Sedangkan alat yang digunakannya yaitu: mikroskop, cover glass, pipet, alat bedah, papan bedah, jarum, bunsen, timbangan digital.
Pertama kali yang dilakukan yaitu menentukan tikus betina, lalu memasukannya kedalam desikator lalu memasukan kapas yang telah mengandung dietil ether atau kloroform yang berfungsi  sebagai  pembius. Setelah tikus tampak lemas, tikus diambil dan diletakan pada timbangan digital untuk mengukur berat badannya.   Lalu diletakan di papan bedah lalu mengamati sistem reproduksi bagian eksternalnya. Untuk melakukan preparasi apusan vagina. Bagian vagina tikus disemprotkan NaCl 0,9% menggunakan pipet yang tumpul lalu mengocok pipet tersebut sampai tampak  diperoleh cairan yang berwarna keruh, kemudian dihisap 3 sampai 4 kali dengan hati-hati dan perlahan-lahan.
Cairan pada pipet dari hasil penyemprotan/pengisapan berwarna keruh diteteskan pada kaca preparat 1 sampai 2 tetes dan dihangatkan diatas bunsen supaya lebih cepat mengering.  Setelah kering ditetesi dengan larutan pewarna metilen blue 1% dan dibiarkan sampai kering.  Kemudian simpan dibawah aliran air apabila zat warna berlebih. Kemudian dikeringkan dengan tisu,  Lalu mengamati dibawah mikroskop.
Untuk penentuan GSI, perlu dilakukan pembedahan. Setelah tampak organ tubuh dari tikus, maka diambil organ-organ bagian pencernaan supaya mempermudah untuk melihat/mengamati bagian ovarium. Setelah menemukan kedua ovarium, maka diangkat dengan memotongnya lalu menimbang di timbangan digital. Setelah itu melakukan perhitungan GSI yaitu berat total ovarium dibagi berat badan total tikus dan dikalikan 100%. Setelah memperoleh hasilnya diamatipula bagian reproduksi internalnya seperti oviduk, uterus, serta sistem ekskresi ginjal.
C.    HASIL DAN DISKUSI
Tabel 1 Hasil pengamatan alat reproduksi betina pada mencit
No
Gambar Dokumentasi
Gambar Literatur
Keterangan
1

Description: http://isroi.files.wordpress.com/2009/10/jantan03.jpg?w=500Sumber:

Organ reproduksi betina bagian dalam terdiri dari: Vulva dan klitoris
2
Description: C:\Users\Admin\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\20160218_105214.jpg
Description: http://4.bp.blogspot.com/-1Lul6ZjlNXc/Uoi5zdjyYXI/AAAAAAAAS5M/QJeA7yHdIzU/s1600/tikus.png

Sumber:
Organ reproduksi betina bagian luar terdiri dari:
Ovarium
Oviduk
Uterus
Vagina

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada reproduksi tikus betina, dapat diketahui bahwa terdapat organ reproduksi luar dan organ reproduksi dalam. Adapun organ reproduksi luar terdiri diri vagina, vulva dan clitoris. Sedangkan reproduksi bagian dalam meliputi ovarium, oviduk, dan uterus.
Alat Kelamin Luar
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat terlihat bahwa alat kelamin luar pada tikus betina terdiri dari vulva dan klitoris, serta vagina yang berupa saluran dalam sampai keluar, sehingga masih bisa dilihat dari luar.
Vulva merupakan alat kelamin betina bagian luar yang berada tepat diatas anus, yang berfungsi sebagai bagian untuk mendeteksi birahi. Vulva memiliki bibir luar yang nampak tebal yang disebut labia mayor dan bibir dalam yang agak tipis dan lembab yang disebut labia minor. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury (1985), bahwa Vulva merupakan alat kelamin betina bagian luar.
Clitoris juga bagian organ kelamin luar pada betina yang masih menjadi bagian dari vulva, clitoris pada tikus betina terlihat menonjol diantara bibir vagina. Clitoris pada betina mengandung pembuluh darah dan bisa melakukan ereksi, fungsi ini analog dengan penis pada jantan, adapun letak clitoris tersembunyi di dalam jaringan vulva dan arcus ischiadicum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury (1985), bahwa tepat disebelah dalam di tempat pertemuan bawah bibir vulva terdapat tenunan erectile yang disebut clitoris.
Alat kelamin dalam
Adapun organ bagian dalam dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan ovarium yang berbentuk bulat kecil bergerombol seperti buah arbei dan berwarna putih kuning baik ovarium kanan, maupun pada ovarium kiri. Ukuran yang dimiliki oleh ovarium tersebut bervariasi tergantung pada jenis hewan dan umurnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury (1985) yang menyatakan bahwa ovaria bentuknya biasanya bulat telur atau bulat ada yang seperti koloni bergabung, tetapi kadang-kadang pipih berhubung dengan pembentukan folikel dan corpoa lutea. Ukuran normal ovari sangat bervariasi dari satu spesies ke spesies lain bahkan antara spesies juga terdapat varisasi.
Besar dan bentuk ovarium sering berubah, perubahan penampilan ovarium dapat diukur secara kuantitatif pada stadium estrus. Berat total ovarium yang ditimbang dan dibandingkan dengan berat badannya menghasilkan suatu besaran yang disebut indeks gonadosomatik  atau GSI (gonado somatic index) pada tikus betina. Pada tikus yang diamati memiliki berat badan 165.500 mg dan berat organ ovarium 121 mg. Jadi nilai GSI = 121 : 165.500 x 100% = 0,07%.
Pada pengamatan ditemukan pula saluran yang panjang dan kecil serta berkelok-kelok, yang menghubungkan ovarium dan uterus yaitu oviduct. Dimana oviduct merupakan tempat terjadinya fertilisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Frandson (1986) yang menyatakan bahwa Oviduct atau disebut tuba fallopi yang juga disebut tuba uterine adalah saluran yang berpasangan dan berkonvolusi yang menghantarkan ova dari tiap ovari menuju ke tanduk uterus, dan juga merupakan tempat terjadinya fertilisasi oleh spermatozoa.
Tuba uterina bersifat bilateral, strukturnya berliku-liku yang menjulur dari daerah ovarium ke kornua uterina dan menyalurkan ovum, spermatozoa, dan zigot.
Adapun uterus merupakan muara dari 2 saluran oviduct terlihat seperti rongga kecil dengan bentuk seperti buah pir kecil yang terbalik dan terhubung ke ovarium melalui oviduct.  Uterus menurut yatim (1994) berfungsi menerima ovum dari ovulasi, dan jika dibuahi merupakan tempak tumbuhnya embrio. Dibedakan atas fundus (tempat bermuara tuba), corpus (bagian anterior), cervix (bagian posterior yang bulat) dapat diketahui bahwa uterus terdiri dari cornua uteri dan corpus uteri. Dimana cornua uteri memiliki bentuk yang menyerupai tanduk, dengan warna yang putih kekuningan atau pucat.
Adapun cerviks memiliki bentuk yang membulat seperti cincin dan kadang pula tidak beraturan. Cerviks merupakan sambungan dari uterus yang menuju ke vagina. Cerviks berfungsi sebagai pintu yang menutup kemungkinan masuknya bakteri ke dalam uterus. Disamping itu cerviks juga menghasilkan mucus atau lendir sebagai pelican. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1986), yang menyatakan bahwa cerviks atau leher uterus mengarah ke kaudal menuju ke vagina. Cerviks merupakan sfingter otot polos yang kuat, dan tertutup rapat, kecuali pada saat terjadi birahi atau pada saat kelahiran. Cerviks akan mengeluarkan mucus yang mengalir ke vulva. Peningkatan jumlah mucus berguna mencegah masuknya zat-zat yang membawa infeksi dari vagina ke dalam uterus.
Adapun saluran terdepan dari sistem reproduksi betina yaitu vagina, berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka diketahui bahwa vagina memiliki bentuk seperti tabung (pipa), yang berwarna pucat (putih kekuningan). Vagina merupakan perpanjangan dari cerviks yang berdinding tipis. Vagina berfungsi sebagai organ kopulasi yang menerima penis saat terjadi kopulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury (1985), vagina merupakan perpanjangan dari cervix sampai ketempat sambungan uretra dengan saluran alat kelamin adalah bagian yang berdinding tipis.
Pada pengamatan preparasi apusan vagina, didapat cairan kental keruh, penyemprotan NaCl 0,9% pada vagina dilakukan sebagai isotonis supaya cairan dari vagina tersebut tetap terjaga. Sebagaimana yang dikemukakan Indrawati, NaCl 0,9% yang dikenal sebagai garam merupakan larutan  yang memiliki tingkat  tekanan osmotik yang tinggi, tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesetimbangan (Rina indrawati, 2009).
Pada pengamatan apusan vagina dibawah mikroskop, dapat disimpulkan bahwa tikus yang kami amati sedang berada dalam fase metestrus karena dari hasil pengamatan pada preparasi apusan vagina dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 10x10 menunjukan adanya sel-sel epitel menanduk, sel-sel pipih dengan degenerasi inti.  Sel-sel epitel menanduk merupakan indikator terjadinya ovulasi. Menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos lapisan mukosa vagina kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarium dengan pengaruh hormon progesteron dapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina. Tikus yang diamati ini sebelum dibius dengan kloroform tampak gelisah, tidak tenang dan lebih aktif dari biasanya. Hal tersebut bisa saja dikarenakan perubahan hormon yang terjadi di dalam tubuhnya.
Hal itu sesuai menurut (Campbell, 2004), fase estrus diambil dari bahasa latin disebut oestrus yang berarti “kegilaan” atau “gairah”, hipotalamus terstimulasi untuk melepaskan gonadotropin-releasing hormone (GRH). Estrogen menyebabkan pola perilaku kawin pada tikus, gonadotropin menstimulasi pertumbuhan folikel yang dipengaruhi follicle stimulating hormone (FSH) sehingga terjadi ovulasi. Kandungan FSH ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan luteinizing hormone (LH) maka jika terjadi coitus dapat dipastikan tikus akan mengalami kehamilan. Pada saat estrus biasanya tikus terlihat tidak tenang dan lebih aktif, dengan kata lain mencit berada dalam keadaan mencari perhatian kepada mencit jantan. Fase estrus merupakan periode ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan, mencit jantan akan mendekati mencit betina dan akan terjadi kopulasi. Pada kedua kasus ini ovulasi terjadi pada suatu waktu dalam siklus ini setelah endometrium mulai menebal dan teraliri banyak darah, karena menyiapkan uterus untuk kemungkinan implantsi embrio. Satu perbedaan antara kedua siklus itu melibatkan nasib kedua lapisan uterus jika kehamilan tidak terjadi. Pada siklus mnestruasi endometrium akan meluruh dari uterus melalui serviks dan vagina dalam pendarahan yang disebut sebagai menstruasi. Pada siklus estrus endometrium diserap kembali oleh uterus, dan tidak terjadi pendarahan yang banyak.
Setelah diamati fase estrus pada tikus yang kami teliti itu menunjukan berada di hari ke empat karena tampak  dari bentuknya dan susunan selnya. Berdasarkan teori dari satu estrus ke estrus berikutnya disebut satu estrus. Panjang siklus estrus pada tikus mencit 4-5 hari (Adnan, 2012).
fase estrus yang ditandai oleh keinginan birahi dan penerimaan pejantan oleh hewan betina. Pada fase ini folikel de graaf membesar dan menjadi matang. Tuba falopii akan menegang, epitel menjadi matang dan silia aktif serta terjadi kontraksi tuba falopii dan ujung tuba yang berfimbria merapat ke folikel de graaf. Lendir serviks dan vagina bertambah serta terjadi banyak mitosis di dalam mukosa vagina dan sel-sel baru yang menumpuk, sementara lapisan permukaan menjadi squamosa da bertanduk (berkornifikasi). Sel-sel bertanduk ini terkelupas ke dalam vagina. Oleh karena itu pada apusan vagina akan ditemukan sel epithel bertanduk dalam jumlah yang dominan.
Ada beberapa macam operasi pada organ kelamin betina dapat mempengaruhi fungsi fisiologis hewan yaitu : tubektomi, ovariohisterektomi (OH), histerektomi (Archibald, 1974). Tubektomi merupakan tindakan operasi kecil untuk mencegah kehamilan yang dilakukan pada hewan betina dengan memotong atau mengikat salah satu bagian saluran yang dilalui sel telur atau menghambat pertumbuhan ovum dan spermatozoa (Race dan Smith, 2006).
Tubektomi yaitu pemotongan saluran tuba fallopii (oviduk), kadang-kadang juga dapat dilakukan dengan mengikat oviduk, sehingga ovum tidak dapat lewat  dan menghalangi pertemuannya dengan sperma, yang pada akhirnya tidak terjadi proses fertelisasi atau pembuahan. Namun model ini dapat dikatakan semi-permanen karena dapat diakhiri dengan melepas kembali ikatan oviduk tersebut (Syafruddin, 2008).
Dengan tubektomi saluran yang membawa sel telur ke rahim akan dipotong atau diikat. Lalu bagaimana dengan Kondisi  sel telur yang dihasilkan? tidak perlu khawatir, sebab sel telur yang dihasilkan tersebut akan diserap kembali oleh tubuh tanpa menimbulkan efek apa-apa terhadap tubuh.
Superovulasi adalah salah satu prosedur  pemberian hormon pada ternak betina sehingga menghasilkan beberapa oosit atau sel telur, dimana secara normal hanya dihasilkan satu oosit  pada setiap estrus. Pada domba, kambing atau sapi rata-rata diperoleh 12 ovulasi setelah induksi superovulasi. Tujuan utama superovulasi adalah meningkatkan jumlah oosit yang dilepaskan dan  jumlah embrio yang potensial (Solihati, 2006).
SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa tikus yang kami amati sedang berada dalam fase estrus karena struktur cairan vagina betina menunjukan adanya sel-sel epitel menanduk, sel-sel pipih dengan degenerasi inti.  Sel-sel epitel menanduk merupakan indikator terjadinya ovulasi. Menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos lapisan mukosa vagina kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarium dengan pengaruh hormon progesteron dapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina. Tikus yang diamati ini sebelum dibius dengan kloroform tampak gelisah, tidak tenang dan lebih aktif dari biasanya. Hal tersebut bisa saja dikarenakan perubahan hormon yang terjadi di dalam tubuhnya.
Dapat terlihat bahwa tuba falopii mengalami perubahan yaitu menegang, berkontraksi, epitelnya matang, cilianya aktif, dan sektesi cairan bertambah. Ujung oviduk yang berfimbria merapat ke folikel de Graff untuk menangkap ovum matang. Uterus akan berereksi, tegang, dan pada beberapa spesies akan mengalami oedematus. Suplai darah meningkat, mukosa tumbuh dengan cepat dan lendir disekresikan. Serviks mengendor, agak oedematus, dan sekresi cairanya meningkat. Mokosa vagina sangat menebal, sekerinya bertambah, epitel yang berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor dan oedematus. Pada tikus yang diamati memiliki berat badan 165.500 mg dan berat organ ovarium 121 mg. Jadi nilai GSI = 121 : 165.500 x 100% = 0,07%.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 2010. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar.
Afez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia.
Ashafahani, E.D., N.I. Wiratmini, & A.A.S.A. Sukmaningsih. 2010. Motilitas Dan Viabilitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.). Jurnal Biologi. Hal 21-.0.
Campbell, Jane B.Reece  dan Laurence G. Mitchell. 2003. Biologi Umum Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Campbell, Neil. A. Mitchel dan Recee. 2004. Biologi Umum Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Kusumaswati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gajah Mada. University Press: Yogyakarta.
Nuraini, T. Dadang, Kusmana. Efy, Afifah. 2012. Penyuntikan Ekstrak Biji Carica papaya L. Varietas Cibinong
Pratiwi, DA. Biologi 2.  Erlangga: Jakarta.            
Radiopoero.1998. Zoologi. Erlangga: Jakarta. RTIKEL REVIEW]
Yatim, Wildan, 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito. Bandung
Syafruddin, (2008). Prospek Luffa Aegyptiaca Sebagai Bahan Antifertilitas.
Race, F. and M. Smith, (2006). Spaying-Why it’s a Good Idea. http://www.1010 lifestyle.com/health.tubectomy.html/ akses tanggal 19-02-2016, pukul 14:20 WIB
Solihati, N. Tita, D.L. Kundrat, H. Rangga, S. dan Lia, J.N. 2006. “Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak”. dalam Jurnal Ilmu Ternak. (Desember, VI) No.2. Bandung : FakultasPeternakan Universitas Padjadjaran

23 comments:

  1. Bermanfaat buu artikelnya😉

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah,, jazakillahu khayran ibu

    ReplyDelete
  3. Bagus dan komplit sekali artikelnya

    ReplyDelete
  4. Terimakasih bu
    Alhamdulillah bermanfaat😊

    ReplyDelete
  5. Tau nieh perbedaan siklus estrus dan siklus menstruasi
    Syukron ibu🙏

    ReplyDelete
  6. alhamdulillah jdi tau siklus estrus dan siklus menstruasi

    ReplyDelete

Kurikulum merdeka